Laman

Sabtu, 24 Desember 2011

Potensi Microalgae sebagai Energi Masa Depan


Luas wilayah perairan Indonesia sebesar 5,8 juta km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2 Perairan Nusantara dan 2,7 km2 Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 70 persen dari luas total Indonesia. Sudah sepantasnya Indonesia dengan luas wilayahnya yang sebagian besar lautan disebut negara maritim. Namun, sebutan negara maritim yang sudah melekat pada masyarakat Indonesia ternyata belum terbukti. Masih banyak yang harus diperbaiki terutama dalam hal eksplorasi kelautan. Selain kekayaan ikan, terumbu karang dan rumput laut masih ada potensi kekayaan indonesia yang perlu dikembangkan yaitu microalgae.
 
Energi Alternatif Masa Depan
Bahan bakar nabati dari mikroalga (fitoplankton) menjadi salah satu alternatif energi bersih andalan masa depan. Sebagai biofuel, mikroalga mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan biofuel lainnya. Mikroalga dapat tumbuh cepat, bahkan dalam waktu tujuh hari sudah bisa panen. Sementara tanaman jarak pagar misalnya, enam bulan baru bisa dipanen, dengan waktu efektif mencapai tiga tahun. Luas lahan budidaya mikroalga juga dapat dimaksimalkan dengan bantuan teknologi fotobioreaktor.

Dari segi kualitas, mikroalga merupakan mikroorganisme laut dengan kandungan minyak tinggi (mencapai lebih dari 50%), bahkan spesies mikroalga yang hidup di air tawar, Botroyococcus braunii memiliki kandungan lemak hingga 70%. Mikroalga juga masih menjadi sumber minyak terbaik di dunia. Hampir semua minyak yang kita peroleh dari perut bumi berasal dari sisa mikroalga yang hidup ribuan tahun lalu.

Selain di laut, mikroalga juga banyak ditemukan di air tawar. Mikroalga memiliki fungsi serupa dengan kebanyakan tumbuhan, yakni mengusir karbondioksida dari atmosfer dan menghasilkan oksigen melalui fotosintesis.

Dalam tubuh mikroalga terkandung protein, lemak, dan karbohidrat, yang semuanya dapat dimanfaatkan. Lemak diolah menjadi minyak diesel melalui proses ekstraksi, karbohidrat dari mikroalga diolah menjadi etanol (alkohol) dengan proses fermentasi yang sama dengan proses pembuatan tape singkong, dan protein-nya dapat dijadikan pakan ternak.

Lahan perkebunan saat ini berlomba-lomba memproduksi biodiesel dan bahan bakar lain dari kedelai, singkong, dan kelapa sawit. Jika semuanya diperbandingkan, kedelai menghasilkan 50 galon minyak per setengah hektar per tahun. Singkong menghasilkan 160 galon, kelapa sawit sekitar 600 galon, sedangkan sejumlah jenis mikroalga sanggup menghasilkan sekitar 2.000 galon per setengah hektar per tahun.

Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menumbuhkan cukup mikroalga yang bisa memenuhi konsumsi energi dunia. Walaupun mikroalga hidup di perairan, metode yang dikembangkan untuk menumbuhkan mikroalga berbasis pada daratan, yakni kolam-kolam dan bioreaktor tertutup. Kolam terbuka berbentuk terusan dangkal berisi air tawar atau air laut, tergantung jenis mikroalga yang dikembangbiakkan. Adapun bioreaktor tertutup memakai serangkaian perangkat dan dikontrol dengan komputer.

Pada proses terakhir adalah menggunakan kantong membran forward osmosis yang terapung di permukaan laut untuk mengumpulkan energi panas matahari seiring mikroalga di dalamnya memproduksi oksigen dari fotosintesis. Mikroalga akan diberi makan oleh nutrisi dalam buangan, dan sel minyaknya semakin berkembang. Melalui osmosis, kantong tersebut akan menyerap karbondioksida dari udara lalu melepaskan oksigen dan air bersih. Ketika seluruh proses ini selesai, munculah bioenergi dan buangannya akan diproses.
Berikut adalah Tabel Kimia Alga Ditunjukkan dalam Zat Kering (%)
Komposisi Kimia

Protein
Karbohidrat
Lemak
Nucleic Acid

Scenedesmus obliquus
50-56
10-17
12-14
3-6
Scenedesmus quadricauda
47
-
1.9
-
Scenedesmus dimorphus
8-18
21-52
16-40
-
Chlamydomonas rheinhardii  
48
17
21
-
Spirulina platensis
46-63
8-14
4–9
2-5
Porphyridium cruentum
28-39
40-57
9-14
-
Prymnesium parvum
28-45
25-33
22-38
1-2
Tetraselmis maculata  
52
15
3
-
Euglena gracilis
39-61
14-18
14-20
-
Dunaliella salina    
57
32
6
-
Dunaliella bioculata    
49
4
8
-
Spirogyra sp.
6-20
33-64
11-21
-
Chlorella pyrenoidosa  
57
26
2
-
Chlorella vulgaris   
51-58
12-17
14-22
4-5
Spirulina maxima
60-71
13-16
6-7
3-4.5
Synechoccus sp.
63
15
11
5
Anabaena cylindrica
43-56
25-30
4-7
-

Tidak ada komentar: