Laman

Sabtu, 17 Desember 2011

what is a free radical? (APA ITU RADIKAL BEBAS?)

Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Molekul tesebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah. 
Teori penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham Harman dari University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang menyatakan bahwa tubuh mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak. Kanker dan tumor banyak disepakati para ilmuwan sebagai penyakit yang berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Radikal bebas dan reaksi oksidasi berantai yang dihasilkan jelas berperan pada proses mutasi ini. Bahaya lainnya yang ditimbulkan radikal bebas adalah bila bereaksi dengan low-density lipoprotein (LDL)-cholesterol menjadi bentuk yang reaktif, dikenal faktual sebagai faktor resiko penyakit jantung. 
Dugaan bahwa radikal bebas tersebar di mana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan, menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Langkah yang tepat untuk menghadapi “gempuran” radikal bebas adalah dengan mengurangi paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui aktivitas antioksidan.
Pemahaman ilmiah tentang hubungan radikal bebas dengan antioksidan baru muncul pada tiga hingga empat dekade terakhir ini. Hingga kini, berbagai uji kimiawi, biokimia, klinis dan epidemiologi banyak mendukung efek protektif antioksidan terhadap penyakit akibat stres oksidatif
Selain jenis antioksidan enzimatis seperti yang disebut di awal, dikenal pula jenis antioksidan nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin, seperti vitamin C, vitamin E serta golongan senyawa fitokimia. Suplemen vitamin banyak beredar di pasaran dalam berbagai dosis. Namun perlu diketahui, hingga saat ini para ahli masih sulit memastikan berapa komposisi yang seimbang antara radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh. 
Beberapa antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah sifat menjadi prooksidan. Selain itu masalah dosis bersifat normatif, tergantung dari kondisi individu itu sendiri. Individu yang memang selalu berada dalam lingkungan yang memicu keadaan stres oksidatif, bisa mengkonsumsi suplemen vitamin. Sementara individu yang hidupnya relatif tenang, tidak memerlukannya, karena asupan dari makanan sehari-hari yang berkualitas sudah mencukupi.
Vitamin E dan C dikenal sebagai antioksidan yang potensial dan banyak dikonsumsi. Penelitian yang terbaru berdasarkan hasil studi epidemiologi menunjukkan asupan sehari vitamin E lebih dari 400 IU akan meningkatkan resiko kematian dan harus dihindari. Sementara dosis konsumsi vitamin E bagi orang dewasa normal cukup 8-10 IU per hari. Selama ini di pasaran suplemen vitamin E dan C umumnya dijual dalam dosis relatif tinggi. Beberapa produk mengandung vitamin C 1000 mg per tablet. Padahal, kecukupan gizi vitamin C per hari bagi orang dewasa yang hidup tenang, tidak stres atau kondisi lain yang tidak sehat, adalah sekitar 60-75 mg per hari. Untuk mereka yang tinggal di kota besar yang penuh polusi seperti Jakarta, dosis 500 mg bisa diterima.
Vitamin C dan E memang sudah lebih dulu dikenal sebagai jenis antioksidan yang efektif, namun keberadaan senyawa fitokimia sebagai satu alternatif senyawa antioksidan menjadi daya tarik luar biasa bagi para peneliti belakangan ini. Katakanlah, senyawa fenolik. Senyawa ini terdistribusi luas dalam berjuta spesies tumbuh-tumbuhan dan sejauh ini telah tercatat lebih dari 8000 struktur senyawa fenolik diketahui. Komponen fenolik merupakan bagian integral dari diet makanan manusia, terkandung dalam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan sebagainya. 
Walaupun asupan fenolik bervariasi tergantung lokasi geografi, diperkirakan asupan manusia seharinya berkisar 20 mg- 1 g, melebihi vitamin E. Berbagai hasil penelitian membuktikan senyawa fenolik kurkumin dari kunyit dan polifenol katekin dari teh bersifat protektif terhadap kanker lambung dan usus. Atau contoh lainnya adalah isoflavon yang banyak terdapat pada kedelai, ginseng, buah dan sayur, dapat menurunkan risiko kanker payudara. 
Senyawa lainnya adalah senyawa karotenoid. Amerika Serikat mencatat kanker prostat sebagai penyebab kematian kedua setelah kanker paru-paru di negaranya. Vogt TM dan rekan melaporkan kadar likopen dalam serum warga kulit hitam AS lebih rendah dibandingkan kulit putih. Hal ini patut diperhitungkan, mengingat tingginya kejadian kanker prostat di kalangan warga kulit hitam. 
Penduduk negara mediteranian, seperti Italia, Yunani, Spanyol, Mesir, Siprus dan Maroko memiliki tradisi mengkonsumsi tomat. Studi epidemiologi di beberapa daerah di Italia dan Yunani menunjukkan angka kejadian yang rendah untuk penyakit kardiovaskular dan beberapa jenis kanker seperti kolon, payudara, dan prostat. 
Tomat dikenal kaya dengan senyawa karotenoid, terutama likopen. Kandungan terbesarnya dalam tomat adalah dalam bentuk trans, namun dalam proses pemasakan berubah menjadi bentuk sis. Hal ini diduga juga terjadi secara in vivo. Likopen merupakan senyawa yang amat sulit larut dalam air. Dalam tomat sendiri, likopen berikatan dengan membran dan tidak mudah lepas. Selama proses pemasakan, ikatan tersebut melemah. Ini yang menjadi penyebab kandungan likopen pada tomat yang dimasak lebih banyak dibandingkan tomat segar. 
Struktur kimia likopen membuatnya sebagai senyawa nonpolar yang jauh lebih mudah larut dalam minyak. Tradisi masakan mediteranian yang kerap berbahan tomat yang dimasak dengan minyak zaitun (olive oil) ternyata menghasilkan pelepasan likopen secara optimal dan membuatnya lebih efisien penyerapannya, sehingga mudah masuk ke jaringan dan sel. 
Hingga saat ini, studi epidemiologi yang telah dilakukan secara konsisten menunjukkan hubungan terbalik antara konsumsi sayuran dan buah-buahan dengan resiko penyakit kardiovaskuler dan beberapa jenis kanker. 
Fakta ini membuat salah satu pusat penelitian kanker di Amerika yaitu National Cancer Institute dan European School of Oncology Task Force on Diet, Nutrition and Cancer merekomendasikan konsumsi buah dan sayuran 5 kali atau lebih dalam sehari untuk mencegah terjadinya penyakit kanker. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Jepang yang dikenal begitu gencar melakukan promosi kesehatan. Kenko Nihon 21 mencantumkan target konsumsi sayuran bagi orang jepang : lebih dari 350 gr sehari. Dengan kondisi alam yang subur, kekayaan varietas tanaman dan tradisi makanan kaya rempah, manusia Indonesia pun tentu sangat mungkin menerapkannya. 

Sumber Eksogen Radikal Bebas
1. Obat-obatan :
Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk
peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama hiperoksia
dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika
kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat
kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang
memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason,
beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari sulfasalasin dapat
menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam jumlah banyak
mempercepat peroksidasi lemak.2,4
2. Radiasi :
Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh
radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel
(partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal primer
dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal
primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai
atau bersama cairan seluler.1
3. Asap rokok :
Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan peranan
yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Telah diketahui bahwa oksidan
asap tembakau menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo)
melalui mekanisme yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan
bahwa tiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat
besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin
cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli.
Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung
karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil
dalam fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties
dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil
berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam
jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan pembentukan
radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa
perokok mengalami peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang
mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas.1,2


















Reaksi perusakan oleh radikal bebas
Definisi tekanan oksidatif (oxidative stress) adalah suatu keadaan dimana tingkat oksigen
reaktif intermediate (ROI) yang toksik melebihi pertahanan anti-oksidan endogen.
Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak,
protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ
tertentu. Lemak merupakan biomolekul yang rentan terhadap serangan radikal bebas.
a. Peroksidasi lemak
Membran sel kaya akan sumber poly unsaturated fatty acid (PUFA), yang mudah
dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi; proses tersebut dinamakan peroksidasi
lemak. Hal ini sangat merusak karena merupakan suatu proses berkelanjutan.
Pemecahan hidroperoksida lemak sering melibatkan katalisis ion logam transisi.1,2
LH + R·® L·+ RH
L· + O2® LOO·
LOO· + L'H ® LOOH + L'·
LOOH ® LO·, LOO·, aldehydes.
b. Kerusakan protein
Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada PUFA,
sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi berantai yang cepat.
Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang kecuali bila sangat
ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu berakumulasi (jarang
pada sel normal), atau bila kerusakannya terfokus pada daerah tertentu dalam
protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein berikatan
dengan ion logam transisi.1,2
c. Kerusakan DNA
Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA menjadi
suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan
molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan
terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar
DNA seperti pada radiasi biologis.

Antioksidan dan enzim pembersih (scavenging)
Antioksidan
Glutathione

Sulfhydryl
Vitamin C

Vitamin E

ß -carotene
Uric acid

Bilirubin
Coenzyme Q 10

Antioksidan utama didalam dan diluar sel. Dalam sel 2-10 mM, plasma 5-25 μ M
Cysteine dan homocysteine
Antioksidan hidrofilik pada ekstraseluler 40-140 μ M dalam plasma
Pembersih pada ruang hidrofobik dalam plasma terikat pada LDL 0.5-1.6 mg/dl (10-40 μ M)
0.055 mg/dl
Hasil metabolik adenosin dan xantine. Antioksidan kuat
terhadap radikal hidroksil (HO? )
Antiokasidan hidrofobik terikat pada albumin 20 μ M
0.08 mg/dl
Enzim pembersih
SOD
Cu/Zn-SOD
Mn-SOD
Extracelluler SOD (ECSOD)
Catalase
GSH peroxidase
GSSG reductase
Thioredoxin system

Terdapat pada semua sel mamalia
Sitosol, eritrosit 2300 unit/g Hb
Mitokondria
Plasma dan endotel permukaan, terikat pada heparin

Peroksisum, RBC 153.000 unit/g Hb
Sitosol (75%), mitokondria (25%)
NADPH dependent
Regulasi redok
Binding protein
Albumin
Ceruloplasmin
Transferin

Antioksidan kuat 0.5 mM dalam plasma
Aktifitas feroksidase 15-60 mg/dl plasma
Membersihkan Fe bebas 200-400 mg/dl
Metalothionein
Membersihkan logam berat

Tidak ada komentar: